KADAR ABU
A. PENDAHULUAN
Kandungan
mineral dalam pangan dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu
unsur makro, unsur mikro dan trace element (unsur jarang). Pada analisis
pengukuran mineral ini lebih dikenal dengan analisis abu. Abu merupakan
residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa
setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Analisis kadar abu ini
adalah bagian dari analisis secara proksimat, suatu analisis yang
menetapkan kadar air, karbohidrat, lemak, protein dan abu secara kasar.
Kadar mineral ditetapkan dengan dari kadar abu suatu bahan makanan pada
suhu 500-600˚C. Sisa dari hasil pembakaran tersebut merupakan bagian
yang mengandung mineral dari bahan pangan.
Kadar abu
merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat
pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan
organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar
abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan
yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan
makanan.Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral
yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan
yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka bubuk cokelat tersebut
kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan biji dari
kulit ari ada sebahagian kulit yang ikut menjadi bubuk cokelat (Wirna,
2005).
Kadar abu ada
hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu
garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic
misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan
garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang
mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah
sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa
pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan
pengabuan.(sudarmadji.2003).
B. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar abu pada beberapa komoditi pangan.
C. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang
digunakan sebagai sampel adlah beras, kacang tanah, kemiri, dan Susu
bubuk. Alat – alat yang diperlukan adalah cawan porselen, pensil,
penjepit cawan, desikator, oven, muffle furnace (tanur), timbangan
analitik.
D. CARA KERJA
Cara kerja praktikum ini adalah :
1. Cawan porselen dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oC.
2. Kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit sampai dingin.
3. Cawan ditimbang dengan neraca analitik, catat hasilnya.
4. Bahan dihaluskan kamudian ambil 3 gram dan dimasukkan kedalam cawan.
5. Cawan dimasukkan kedalam Oven selama 24 jam.
6. Setelah 24 jam cawan dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang, catat hasilnya.
7. Sampel yang telah kering kemudian dibakar diatas bunsen sampai hilang asapnya.
8. Sampelkemudian dibakar menggunakan tanur sampai menjadi abu putih
9. Sampel lalu dimasukkan kedalam oven sampai suhunya stabil
10. Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit
11. Timbang dengan menggunakan neraca analitik dan catat hasilnya.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari Praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sabagai berikut :
Kelompok |
Berat Cawan (g) |
Berat Sampel (g) |
Berat Cawan dan Sampel yang telah diabukan (g) |
Kadar Abu (%) |
||
BB |
BK |
|||||
1. (susu) |
20,5116 |
3,0681 |
20,6904 |
5,83 |
6,27 |
|
2. (kacang tanah) |
19,9160 |
3,0538 |
19,9890 |
2,39 |
2,52 |
|
3. (kemiri) |
24,0667 |
3,0087 |
24,1970 |
4,33 |
4,36 |
|
4. (beras) |
21,11 |
3,00 |
21,12 |
0,33 |
0,39 |
|
Pembahasan
Bahan pangan
yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau
penentuan kualitas suatu produk bahan pangan. tahap pengabuan yang
dikenal adalah prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering.
Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah,
lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan
kering suhuny lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat
volatil.
Menurut Sudarmadji et. al.
(2010), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar atau dipanaskan pada
suhu 500 – 6000C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu
bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Penentuan
kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu
garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik,
misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk
menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan.
Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung
dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Pada praktikum kali ini,
proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang
memijarkan sampel pada suhu mencapai 550⁰C.
Sampel yang
akan dibakar didalam tanur sebelumnya harus dibakar menggunakan bunsen
sampai asapnya hilang, hal ini menandakan bahwa bahan organik yang
terkandung didalamnya sudah habis. Proses pembakaran menggunakan bunsen
bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran pada saat pembakaran
menggunakan tanur. Bahan yang telah dibakar menggunakan tanur akan
berubah menjadi abu putih.
Setelah abu
dibakar menggunakan tanur selama kurang lebih 2 jam, kemudian bahan
ditimbang. Penimbangan sampel yang telah di abukan harus dalam keadaan
dingin, yaitu dengan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit.
Desikator dilengkapi dengan silica gel, yang berfungsi sebagai penyerap
uap air. Desikator digunakan untuk menyetimbangkan objek dengan udara
yang dikendalikan sehingga galat yang disebabkan oleh penimbanan air
bersama-sama objek itu dapat dihindarkan. Setelah cawan yang telah
didinginkan, lalu ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Krustang
yang akan dipakai untuk menimbang cawan harus dalam keadan di atas atau
terlentang, karena dikhawatirkan terkontaminasi oleh zat lain atau
lemak, sehingga mempengaruhi hasil penimbangan jika zat itu menempel
pada cawan (Basset, 1994).
Berdasarkan
pada hasil praktikum maka dapat diketahui bahwa kadar abu yang paling
banyak yaitu pada susu bubuk sekitar 5,83 % basis basah dan 6,27 % basis
kering. Kemudian kemiri dengan kadar abu sebesar 4,33 % basis basah dan
4,36 % basis kering, lalu kacag tanah dan beras yang mengandung sedikit
mineral.
F. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan.
2. Bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan
3. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
4. Sebelum
dimasukkan kedalam tanur sampel harus dibakar menggunakan bunsen sampai
asapnya hilang, dengan tujuan menghilangkan bahan organik yang terdapat
dalam sampel.
5. Bahan yang paling banyak mengandung kadar abu atau mineral adalah susu bubuk yaitu 5,83% basis basah dan 6,72% basis kering.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Astuti, Evi .2011.PENETAPAN KADAR ABU BAHAN PANGAN DENGAN METODE
GRAVIMETRI.(online).( http://eviaws.blogspot.com/2011/06/laporan-pengabuan-azg-kelompok-4-kamis.html, diakses pada tanggal 1 oktober 2012)
Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar