Sabtu, 29 Juni 2013

KADAR ABU


KADAR ABU


A. PENDAHULUAN
Kandungan mineral dalam pangan dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu unsur makro, unsur mikro dan trace element (unsur jarang). Pada analisis pengukuran mineral ini lebih dikenal dengan analisis abu. Abu merupakan residu sari suatu bahan pangan berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Analisis kadar abu ini adalah bagian dari analisis secara proksimat, suatu analisis yang menetapkan kadar air, karbohidrat, lemak, protein dan abu secara kasar. Kadar mineral ditetapkan dengan dari kadar abu suatu bahan makanan pada suhu 500-600˚C. Sisa dari hasil pembakaran tersebut merupakan bagian yang mengandung mineral dari bahan pangan.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan – bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan.Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka bubuk cokelat tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan biji dari kulit ari ada sebahagian kulit yang ikut menjadi bubuk cokelat (Wirna, 2005).
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan.(sudarmadji.2003).
B. TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari cara mengukur kadar abu pada beberapa komoditi pangan.
C. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan sebagai sampel adlah beras, kacang tanah, kemiri, dan Susu bubuk. Alat – alat yang diperlukan adalah cawan porselen, pensil, penjepit cawan, desikator, oven, muffle furnace (tanur), timbangan analitik.
D. CARA KERJA
Cara kerja praktikum ini adalah :
1. Cawan porselen dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oC.
2. Kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit sampai dingin.
3. Cawan ditimbang dengan neraca analitik, catat hasilnya.
4. Bahan dihaluskan kamudian ambil 3 gram dan dimasukkan kedalam cawan.
5. Cawan dimasukkan kedalam Oven selama 24 jam.
6. Setelah 24 jam cawan dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang, catat hasilnya.
7. Sampel yang telah kering kemudian dibakar diatas bunsen sampai hilang asapnya.
8. Sampelkemudian dibakar menggunakan tanur sampai menjadi abu putih
9. Sampel lalu dimasukkan kedalam oven sampai suhunya stabil
10. Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit
11. Timbang dengan menggunakan neraca analitik dan catat hasilnya.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari Praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sabagai berikut :
Kelompok
Berat Cawan (g)
Berat Sampel (g)
Berat Cawan dan Sampel yang telah diabukan (g)
Kadar Abu (%)
BB
BK
1. (susu)
20,5116
3,0681
20,6904
5,83
6,27
2. (kacang tanah)
19,9160
3,0538
19,9890
2,39
2,52
3. (kemiri)
24,0667
3,0087
24,1970
4,33
4,36
4. (beras)
21,11
3,00
21,12
0,33
0,39







Pembahasan
Bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan. tahap pengabuan yang dikenal adalah prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering. Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah, lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan kering suhuny lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat volatil.
Menurut Sudarmadji et. al. (2010), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar atau dipanaskan pada suhu 500 – 6000C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat  dalam bahan pangan  terdiri  dari  2  jenis  garam,  yaitu garam organik misalnya asetat,  pektat, mallat,  dan garam anorganik,  misalnya karbonat,  fosfat, sulfat,   dan   nitrat.   Proses   untuk  menentukan   jumlah  mineral   sisa   pembakaran disebut   pengabuan.  Kandungan   dan   komposisi   abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Pada praktikum   kali   ini,   proses   pengabuan   dilakukan   dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550⁰C.
Sampel yang akan dibakar didalam tanur sebelumnya harus dibakar menggunakan bunsen sampai asapnya hilang, hal ini menandakan bahwa bahan organik yang terkandung didalamnya sudah habis. Proses pembakaran menggunakan bunsen bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran pada saat pembakaran menggunakan tanur. Bahan yang telah dibakar menggunakan tanur akan berubah menjadi abu putih.
Setelah abu dibakar menggunakan tanur selama kurang lebih 2 jam, kemudian bahan ditimbang. Penimbangan sampel yang telah di abukan harus dalam keadaan dingin, yaitu dengan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Desikator dilengkapi dengan silica gel, yang berfungsi sebagai penyerap uap air. Desikator digunakan untuk menyetimbangkan objek dengan udara yang dikendalikan sehingga galat yang disebabkan oleh penimbanan air bersama-sama objek itu dapat dihindarkan. Setelah cawan yang telah didinginkan, lalu ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Krustang yang akan dipakai untuk menimbang cawan harus dalam keadan di atas atau terlentang, karena dikhawatirkan terkontaminasi oleh zat lain atau lemak, sehingga mempengaruhi hasil penimbangan jika zat itu menempel pada cawan (Basset, 1994).
Berdasarkan pada hasil praktikum maka dapat diketahui bahwa kadar abu yang paling banyak yaitu pada susu bubuk sekitar 5,83 % basis basah dan 6,27 % basis kering. Kemudian kemiri dengan kadar abu sebesar 4,33 % basis basah dan 4,36 % basis kering, lalu kacag tanah dan beras yang mengandung sedikit mineral.
F. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan.
2. Bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator atau penentuan kualitas suatu produk bahan pangan
3. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
4. Sebelum dimasukkan kedalam tanur sampel harus dibakar menggunakan bunsen sampai asapnya hilang, dengan tujuan menghilangkan bahan organik yang terdapat dalam sampel.
5. Bahan yang paling banyak mengandung kadar abu atau mineral adalah susu bubuk yaitu 5,83% basis basah dan 6,72% basis kering.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.
Astuti, Evi .2011.PENETAPAN KADAR ABU BAHAN PANGAN DENGAN METODE
GRAVIMETRI.(online).( http://eviaws.blogspot.com/2011/06/laporan-pengabuan-azg-kelompok-4-kamis.html, diakses pada tanggal 1 oktober 2012)
Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.